Batik yang menjadi identitas Indonesia, bisa menjadi alat diplomasi dan konservasi. Agar terjangkau, ekobatik perlu usaha konservasi.
Pembuatan batik yang ramah lingkungan menjadi mata rantai dalam produksi yang berkontribusi bagi lingkungan sekaligus mengedukasi para perajin dan pengusaha. Ada setidaknya dua aspek yang menjadi unsur penting eco-friendly batik, ‘ecobatik’, yang juga terkadang secara komersial disebut ‘green batik’.
Pertama, pewarna alam natural. Beberapa negara, seperti Jerman, melarang pemakaian bahan pewarna kimia/buatan untuk produk-produk batik yang akan masuk ke negara ini. Beberapa sumber pewarna alami yang biasa digunakan dalam produksi batik antara lain warna coklat serat kelapa atau daun teh, merah dari buah noni dan annatto, merah kekuningan dari kayu manis, kuning dari kunyit, biru dari daun indigo, dan coklat kemerahan dari kulit mangga. Limbah mangrove juga bisa menjadi bahan pewarna batik, sehingga ini juga menjadi salah satu strategi konservasi di wilayah pesisir untuk pemberdayaan masyarakat.
Aspek ramah lingkungan yang kedua adalah pengelolaan limbah produksi. Sebelum dibuang, prinsip batik ramah lingkungan menuntut limbah diberi perlakuan sehingga tidak membahayakan lingkungan dan menyebabkan polusi.
Selain kedua aspek tersebut, batik ramah lingkungan juga menekankan penggunaan semua sumber daya secara hemat dan efisien, termasuk bahan baku, energi, dan air untuk meminimalkan limbah, jejak karbon, dan biaya produksi.
Meski ekobatik tak menyentuh semua kalangan, ia tetap bisa membawa pesan konservasi lewat motif, baik dengan teknik batik tulis, batik cap, maupun kombinasi keduanya. Ada 5.849 ragam motif batik yang terdata dan dapat dilihat dari aplikasi Map of Batik (bisa diunduh dari Google Play dan Apple Store), yang keragamannya dipengaruhi oleh, antara lain, posisi geografis, budaya, dan kepercayaan masyarakat setempat.
Batik adalah salah satu program Aliansi Air. Ada beberapa nilai positif jika mengembangkan batik
- Dalam pemberdayaan masyarakat, mengajak masyarakat berpenghasilan mandiri.
- Pengolahan batik yang dijalankan Aliansi Air adalah alami yang hanya membutuhkan 5 liter air dalam pengolahannya, sangat kecil jika dibandingkan 30 liter air untuk tekstil/batik pewarna sintetis.
- Beban pencemaran COD pada air batik alami hanya 1000ppm jauh lebih rendah dibandingkan beban pencemaran tekstif biasa atau batik bepewarna sintetis yang 17000 ppm. Sedangkan yang diperbolehkan dalam pembuangan ke sungai adalah 150ppm.
Program Batik Aliansi Air ini sudah dijalankan oleh PT PRIA, perusahaan pengelola limbah B3 di Mojokerto.
#aliansiair #ptpria #salamlestari #savewater #waterstewardship #air #batik #indonesiantextiles #textiles #culture